Berikut ini saya kutibkan kisah yang di tulis oleh Syaikh Thaleb Awadallah dalam buku Ahbabullah mengenai seorang komunis yang masuk Islam s...
Berikut ini saya kutibkan kisah yang di tulis oleh Syaikh Thaleb Awadallah dalam buku Ahbabullah mengenai seorang komunis yang masuk Islam setelah berdiskusi dengan Syaikh Taiqyuddin an Nbahni. Beliau termasuk generasi pertama dalam barisan aktifis Hizbut-Tahrir (HT) yang pernah mendapatkan halqah dari Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullâh, pendiri Hizbut Tahrir.
Syaikh Thalib Awadallah menuliskan dalam bukunya :
Aku ingat satu peristiwa dimana aku berdiskusi dengan salah seorang komunis dia berasal dari keluarga al-Ja’bariy. Kondisinya ketika itu aku belum mempelajari komunisme sebagaimana seharusnya. Kami mengetahui sebagian pemikiran komunisme seperti ide dialektika. Orang itu berkata kepadaku : “kamu tidak paham apapun tentang komunisme ataupun sosialisme, aku ingin berdiskusi dengan syeikh kamu, biar nanti ia bisa meyakinkan aku atau sebaliknya aku yang meyakinkan dia… Spontan aku katakan kepadanya : “apakah engkau siap pergi bertemu dengan beliau?”
Ia mengiyakan. Atas dasar itu aku meminta mas’ul distrik agar mengijinkan aku membawa orang itu ke Suria. Lalu ia mengijinkanku membawanya ke Damaskus. Aku meminta informasi tentang Damaskus kepada ustadz Nimr al-Mishri, beliau ketika itu salah seorang anggota qiyadah Hizb. Lalu aku melakukan perjalanan dengan orang itu ke Damaskus untuk bertemu dengan syeikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahuLlâh. Begitu kami sampai di Damaskus aku menghubungi ustadz Nimr al-Mishri yang kemudian membawa kami ke rumah beliau. Kami duduk di salah satu ruang. Beliau memberitahu kapan syeikh Taqiyuddin akan datang ke rumah. Berikutnya hadir laki-laki dari Yordania khusus untuk menemui syeikh Taqiyuddin, yang lain datang dari Himsh dan yang lainnya lagi dari Lebanon, hingga semuanya kira-kira berjumlah lima belas orang. Semuanya datang untuk menemui syeikh Taqiyuddin Abu Ibrahim. Persis pada waktu yang dijanjikan syeikh Taqiyuddin datang. Aku duduk tepat di dekat pintu. Beliau datang lalu menyalami kami dan sambil memegang tanganku beliau berkata : “penjahit fulan dari keluarga fulan dari al-Khalil”. Lalu aku mengiyakan. Lalu beliau memelukku dengan erat.
Setelah itu beliau menyalami yang lain. Lalu beliau duduk di barisan paling akhir karena beliau menolak menempati tempat duduk orang yang sudah hadir. Beliau bertanya : “apa yang Anda semua inginkan dari saya?” Ketika aku beritahukan masalahnya, beliau menghadap kepada ustadz al-Ja’bari seraya berkata: “saya akan berbicara tentang tiga ideologi dan bukan hanya tentang sosialisme saja, dan saya akan mulai dengan membicarakan ideologi kapitalisme kemudian sosialisme dan termasuk di dalamnya komunisme dan setelah itu tentang ideologi Islam. Karena di dunia saat ini hanya ada tiga ideologi ini … dan sebaiknya ya Ustadz selama pembicaraan saya Anda menuliskan komentar dan pertanyaan Anda, setelah saya menyelesaikan pembicaraan saya silahkan Anda bertanya apa saja tanpa ada keberatan.”
Lalu beliau mulai membicarakam pertama tentang kapitalisme, beliau menguraikannya secara luas apa itu kapitalisme, bagaimana berkembangnya, bagaimana perkataan para ahlinya, apa perbedaan diantara aliranalirannya, kesamaan dan perbedaan diantara mereka dan sebagainya. Kemudian beliau berlaih membicarakan sosialisme termasuk komunisme, pandangan dan pemikiran Karl Marx, Lenin dan yang lain. Beliau tidak meninggalkan satu hal pun yang tercakup di dalamnya kecuali beliau menjelaskannya secara luas, jelas dan rinci, lalu beliau beralih membandingkannya dengan kapitalisme, apa yang sama dan yang berbeda diantara kedua ideologi. Beliau menguraikannya dengan sangat luas. Setelah tidak ada yang tersisa dari masalah kedua ideologi itu, beliau beralih membicaakan ideologi islam. Di dalam pembicaraan itu beliau membantah pandangan-pandangan dan teori-teori kapitalisme dan sosialisme termasuk komunisme, belaau menjelaskan keburukan-keburukan dan kegagalan keduanya, sampai pembicaraan berakhir dan beliau diam.
Lalu beliau menatap ustadz al- Ja’bari seraya berkata : “ya ustadz sekarang silahkan Anda bebas bertanya apa saja yang Anda inginkan, silahkan …!! Tidak ada yang dilakukan ustadz al-Ja’bari selain berdiri dan berkata : “saya bersaksi bahwa tiada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah”. Dan ia melanjutkan dengan perkataan : “ini dari saya, demi Allah saya menanggalkan marxisme, orang memahami marxisme seperti Anda, tidak bahkan lebih dari itu orang-orang komunis untuk lebih memahami marxisme mestinya datang kepada Anda”.
Kami kembali ke al-Khalil dengan selamat. Sejak itu ustadz al-Ja’bari menjadi bagian diantara syabab Hizb yang paling aktif. Beliau tetap seperti itu hingga sekarang dan beliau sudah berusia lanjut, semoga Allah memberi balasan sebaik-baiknya kepada beliau. Pada pergolakan pemilu tahun 1954 ustadz al-Ja’bari berjuang bersama aktivis Hizbut Tahrir dalam pemilu tersebut.
Bahkan beliau temasuk orang yang paling aktif pada waktu itu meski salah seorang calon yaitu almarhum Wahid Muhammad Ali al-Ja’bari berasal dari keluarga al-Ja’bari. Setelah pemilu pemimpin keluarga al-Ja’bari mengirim dua orang pengikutnya untuk menyerang ustad al-Ja’bari dengan memukul beliau dengan pukulan yang melukai beliau di depan halaman beliau pada malam hari yang menyebabkan tulang kaki beliau patah dan beliau masuk rumah sakit Marluqa di al-Khalil untuk menyembuhkan luka beliau dan ternyata mereka mematahkan tulang beliau. Setelah itu beliau keluar dari Yordania karena tekanan yang terus menerus kepada beliau, dan beliau bekerja di Hijaz sampai pemerintahan Sa’ud menangkap beliau dengan tuduhan berafiliasi kepada dan beraktivitas bersama Hizbut Tahrir. Lalu beliau dideportasi dari tanah Hijaz ke Yordania. Sekarang beliau masih hidup dan tetap memenuhi janjinya beraktivitas bersama syabab Hizb tanpa kenal lelah. Semoga keselamatan tercurah kepadamu ya ustadzuna, saudara kami, engkau termasuk aktivis yang paling baik. []
dinukil dari Buku Ahbabullah karangan Syaikh Thalib Awadallah (Syaikh Abu Arqam)
Sumber : Harian Publik - Taubatnya Seorang Komunis Setelah Berdiskusi Dengan Syaikh Taqiyuddin an Nabhani