Harianpublik.com - Konflik pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi Utara, Kota Bekasi yang sudah berlangung sejak 2015 lalu, sampai saat i...
Harianpublik.com - Konflik pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi Utara, Kota Bekasi yang sudah berlangung sejak 2015 lalu, sampai saat ini belum menemukan tititk temu. Bahkan Aksi unjuk rasa menolak pembangunan Gereja Santa Clara oleh Majelis Silaturahmi Umat Islam Bekasi (MSUIB) beberapa waktu lalu berakhir ricuh. Sepertinya, Gubernur Jawa Barat mesti ikut terlibat untuk menyelesaaikan permasalahan ini. Karena kasus ini juga merupakan bagian dari tanggungjawabnya.
Sekretaris Ikatan Alumni Universitas Islam Negeri (UIN/IAIN)Syarif Hidayatullah Jakarta Cabang Bekasi Raya, Hamdi mengungkapkan, berlarutnya konflik pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi Utara bisa mengagangu bangunan kerukunan yang sudah terbangun baik di Kota Bekasi.
"Kalau berlarut bisa mengganggu apalagi Kota Bekasi menjelang Pilkada, tidak menuntut kemungkinan jadi alat politik," katanya, Minggu (26/3).
Dalam Pasal 13 ayat 2 Peraturan Bersama Nomor 8 dan 9 2006 dijelaskan bahwa pendirian rumah ibadah itu harus tetap menjaga kerukunan umat beragama. Jadi bukan hanya aspek legalitas saja yang di utamakan.
"Saya kira bukan hanya aspek legalitas tapi juga aspek sosial-kultur harus diperhatikan dalam pendirian sebuah rumah ibadah," nilainya.
Hamdi berharap Pemerintah Kota Bekasi segera mengadakan musyawarah kembali dengan pihak-pihak yang berselisih dengan melibatkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kementerian Agama.
"Masyarakat Bekasi itu toleran kok, ya duduk barenglah, inikan hanya persoalan komunikasi yang tersumbat," sarannya.
Selain itu, sambungnya, Ahmad Heryawan, Gubernur Jawa Barat juga harus turun ke Kota Bekasi, karena gubernur juga bertanggungjawab dalam penyelengaraan kehidupan beragama di Kota Bekasi.
"Kota Bekasi kan di bawah Jawa Barat, Guburner turun dong urun rembuk mencari solusi," pintanya.
Kalau musyawarah tidak mengahsilkan kesepakatan juga, menurut peraturan yang ada melalui jalur pengadilan.
"kalau gak ada kesepakatan ya PTUN," tukasnya.
Sementara Koordinator Aksi MSUIB pada Jumat (24/3/2027) lalu, Ustadz Iman Faturohman mengungkapkan, pihaknya tidak melarang adanya pembangunan gereja tapi mohon pembangunan gereja jangan di tempat yang mayoritas dihuni umat Muslim. Apa lagi gereja yang dibangun cukup sangat besar dan diperkirakan bakal terdiri lebih dari tiga lantai.
"Bisa menjadi gereja yang sangat besar. Mungkin bisa lebih tiga lantai. Hal ini, sangat menyakiti umat Islam. Minoritas yang jumlahnya sangat kecil sekali tapi mayoritas yang umat Muslim banyak, gereja tersebut berdiri dengan megahnya dengan beberapa lantai, ini kan menyakiti hati umat Islam," ungkapnya.
Perlu diketahui, bahwa lokasi gereja Santa Clara yang sarat dengan manipulasi aturan ini, terletak di tengah tengah pondok pondok Pesantren yang telah lama berdiri di sana. Diantaranya, Pondok Pesantren At Taqwa yang didirikan oleh KH. Nur Ali ( Ulama dan Pahlawan Nasional ), Pondok Pesantren Al Mukhtar yang didirikan oleh KH. Mukhtar Tabrani (Ulama Betawi), Pondok Pesantren An Nuur, Pondok Pesantren An Nida dan lain lain.
Menurutnya, jika dikaitkan dengan pertimbangan tentang kearifan lokal, sebagaimana disyaratkan dalam Peraturan Bersama Dua Menteri Nomor 8 dan 9 2016 untuk membangun tempat ibadah, maka pembangunan Gereja Santa Clara di lokasi saat ini kurang tepat.
Selain itu, ia juga menduga ada manipulasi perizinan dalam pembangunan gereja ini. Pasalnya, warga katolik di sekitar lokasi gereja bisa dihitung dengan jari.
"Kita juga mempertanyakan dari mana jumlah 60 KTP kepala keluarga yang mereka dapatkan sebagai salah satu syarat pendirian tempat Ibadat," tegasnya. [Mediaislam.org/rmolj]
Sumber : Harian Publik - Gubernur Jabar Dituntut Ikut Terlibat untuk Menyelsaikan Konflik Pembangunan Gereja yang Ditolak Masyarakat Di Bekasi