Harianpublik.com - MELALUI berbagai diskusi mengenai nasib rakyat tergusur di Kampung Pulo, Kalijodo, Pasar Ikan, Bukit Duri dan lain-lain,...
Harianpublik.com - MELALUI berbagai diskusi mengenai nasib rakyat tergusur di Kampung Pulo, Kalijodo, Pasar Ikan, Bukit Duri dan lain-lain, saya memperoleh kesadaran atas kenyataan bahwa cukup banyak pihak terutama pihak yang tidak mengalami derita digusur setuju bahkan mendukung kebijakan penggusuran rakyat atas nama pembangunan demi kepentingan yang mereka sebut sebagai “the big picture”.
Bahkan rakyat yang tidak setuju dirinya dipaksa pindah ke rumah susun bukan atas hak milik namun sekadar sewa dituduh sebagai keras kepala, terbelakang, tidak tahu diri bahkan pembangkang terhadap kebijakan pemerintah.
Malah para warga Bukit Duri yang pada tanggal 28 September 2016 sudah harus menanggung derita akibat gubuk mereka digusur, ternyata masih harus ikhlas untuk dihujat, dicaci maki bahkan difitnah sebagai komunis oleh para buzzer pendukung kebijakan penggusuran rakyat.
Melalui kesempatan berbagai diskusi mengenai nasib petani Kendeng yang sampai tega hati menyemen kaki mereka masing-masing di depan Istana Presiden atas kehendak mereka sendiri sebagai ungkapan protes terhadap pendirian pabrik semen di kawasan pegunungan Kendeng, saya memperoleh kesadaran atas kenyataan bahwa cukup banyak terutama pihak yang memiliki kepentingan atas pendirian pabrik semen demi memenuhi kebutuhan atas semen demi mendukung pembangunan infra struktur yang sedang digelorakan oleh Presiden Jokowi, sangat mendukung kebijakan pemerintah mengijinkan pendirian dan kegiatan pabrik semen di kawasan pegunungan Kendeng.
Bahkan para petani Kendeng yang protes pabrik semen dituduh sebagai masyarakat keras kepala, terbelakang, anti modernisasi bahkan pembangkang melawan kebijakan pemerintah. Bahkan Mahkamah Agung yang telah resmi memenangkan gugatan masyarakat Kendeng terhadap pendirian pabrik semen yang merusak lahan pertanian di sekitar pengunungan Kendeng tidak dihiraukan oleh pemerintah daerah Jawa Tengah yang konon malah mengeluarkan izin baru untuk pendirian pabrik semen.
Saya tidak berani melibatkan diri pada materi yang sedang diperdebatkan oleh rakyat dan pemerintah, namun selama rasa iba masih belum dilarang maka saya pribadi memberanikan diri untuk merasa iba terhadap rakyat tergusur di bantaran kali Ciliwung serta para petani di kawasan pegunungan Kendeng yang menyemen kaki di depan Istana Negara.
Berdasar rasa iba dan selama memohon belas kasih belum dilarang secara konstitusional maka melalui naskah yang dimuat atas budi baik RMOL ini, dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri untuk memohon berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kepada pemerintah yang kebetulan sedang memegang kekuasaan yang telah diberikan oleh rakyat kepada mereka yang kini sedang berkuasa untuk berkenan berbelas kasih maka berkenan bersikap mengalah terhadap rakyat yang sama sekali tidak memiliki kekuasaan itu.
Insya Allah, pemerintah berkenan untuk duduk bersama dengan rakyat bantaran kali Ciliwung dan pegunungan Kendeng demi secara gotong-royong dan musyawarah mufakat, bahu-membahu bersama mencari solusi pentalaksanaan pembangungan infra struktur sesuai hukum, hak asasi manusia, hak asasi alam, Pancasila serta agenda Pembangunan Berkelanjutan yang telah disepakati negara-negara anggota Persatuan Bangsa Bangsa termasuk Indonesia sebagai pedoman pembangunan planet bumi abad XXI tanpa mengorbankan alam dan rakyat.[***]
Penulis pendiri Sanggar Pembelajar Kemanusiaan
(rmol)
Sumber : Harian Publik - Memohon Belas Kasih Untuk Rakyat
Bahkan rakyat yang tidak setuju dirinya dipaksa pindah ke rumah susun bukan atas hak milik namun sekadar sewa dituduh sebagai keras kepala, terbelakang, tidak tahu diri bahkan pembangkang terhadap kebijakan pemerintah.
Malah para warga Bukit Duri yang pada tanggal 28 September 2016 sudah harus menanggung derita akibat gubuk mereka digusur, ternyata masih harus ikhlas untuk dihujat, dicaci maki bahkan difitnah sebagai komunis oleh para buzzer pendukung kebijakan penggusuran rakyat.
Melalui kesempatan berbagai diskusi mengenai nasib petani Kendeng yang sampai tega hati menyemen kaki mereka masing-masing di depan Istana Presiden atas kehendak mereka sendiri sebagai ungkapan protes terhadap pendirian pabrik semen di kawasan pegunungan Kendeng, saya memperoleh kesadaran atas kenyataan bahwa cukup banyak terutama pihak yang memiliki kepentingan atas pendirian pabrik semen demi memenuhi kebutuhan atas semen demi mendukung pembangunan infra struktur yang sedang digelorakan oleh Presiden Jokowi, sangat mendukung kebijakan pemerintah mengijinkan pendirian dan kegiatan pabrik semen di kawasan pegunungan Kendeng.
Bahkan para petani Kendeng yang protes pabrik semen dituduh sebagai masyarakat keras kepala, terbelakang, anti modernisasi bahkan pembangkang melawan kebijakan pemerintah. Bahkan Mahkamah Agung yang telah resmi memenangkan gugatan masyarakat Kendeng terhadap pendirian pabrik semen yang merusak lahan pertanian di sekitar pengunungan Kendeng tidak dihiraukan oleh pemerintah daerah Jawa Tengah yang konon malah mengeluarkan izin baru untuk pendirian pabrik semen.
Saya tidak berani melibatkan diri pada materi yang sedang diperdebatkan oleh rakyat dan pemerintah, namun selama rasa iba masih belum dilarang maka saya pribadi memberanikan diri untuk merasa iba terhadap rakyat tergusur di bantaran kali Ciliwung serta para petani di kawasan pegunungan Kendeng yang menyemen kaki di depan Istana Negara.
Berdasar rasa iba dan selama memohon belas kasih belum dilarang secara konstitusional maka melalui naskah yang dimuat atas budi baik RMOL ini, dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri untuk memohon berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kepada pemerintah yang kebetulan sedang memegang kekuasaan yang telah diberikan oleh rakyat kepada mereka yang kini sedang berkuasa untuk berkenan berbelas kasih maka berkenan bersikap mengalah terhadap rakyat yang sama sekali tidak memiliki kekuasaan itu.
Insya Allah, pemerintah berkenan untuk duduk bersama dengan rakyat bantaran kali Ciliwung dan pegunungan Kendeng demi secara gotong-royong dan musyawarah mufakat, bahu-membahu bersama mencari solusi pentalaksanaan pembangungan infra struktur sesuai hukum, hak asasi manusia, hak asasi alam, Pancasila serta agenda Pembangunan Berkelanjutan yang telah disepakati negara-negara anggota Persatuan Bangsa Bangsa termasuk Indonesia sebagai pedoman pembangunan planet bumi abad XXI tanpa mengorbankan alam dan rakyat.[***]
Penulis pendiri Sanggar Pembelajar Kemanusiaan
(rmol)
Sumber : Harian Publik - Memohon Belas Kasih Untuk Rakyat