Harianpublik.com - Dunia politik Indonesia tampaknya memang sedang dilanda krisis kualitas. Yang terbaru adalah kesemberonoan yang ditunjuk...
Harianpublik.com - Dunia politik Indonesia tampaknya memang sedang dilanda krisis kualitas. Yang terbaru adalah kesemberonoan yang ditunjukkan oleh ketua umum PPP hasil muktamar Jakarta, Djan Faridz.
Dengan enteng, Djan mengucapkan kalimat ini di depan wartawan (18 Maret 2017), dan dia tidak merasa ada masalah dengan ucapan berikut ini (bisa digugel dengan kata kunci “Djan Faridz kawinin Ahok”):
"Kalau si Ahok perempuan, gue kawinin juga dia jadi istri keempat. Tapi enggak bisa, gue bersaudara sama dia," ucap Djan.
DISCLAIMER: Saya tidak punya kepentingan apa pun dalam menyajikan tulisan tentang Djan Faridz ini. Di tingkat DPRRI, saya tidak kenal siapa pun juga di kubu lawannya kecuali satu orang yang kebetulan ada hubungan keluarga. Dan saya tidak pernah mendiskusikan perihal Pak Faridz ini dengan orang yang saya kenal itu. Saya tidak kenal dengan ketua umum PPP, Muhammad Romahurmuziy.
Saya teruskan. Rasanya, menurut standar yang mana pun, ucapan Pak Djan Faridz untuk mengawini Pak Ahok sangatlah tidak pantas. Dengan tujuan bercanda pun, tetap tidak nyaman untuk didengar atau dibaca. Bahasa seperti ini tidak seharusnya keluar dari mulut seorang pimpinan tertinggi partai (ketua umum PPP versi muktamar Jakarta). Sebagai politisi dari partai yang berbasis umat beragama, khususnya agama Islam, ucapan beliau itu sangatlah memalukan (kalau tidak sampai hati untuk menyebutnya menjijikkan).
Tentu boleh-boleh saja Djan menunjukkan kekaguman dan dukungannya kepada Pak Ahok. Tidak masalah. Mau setiap hari mendampingi Pak Ahok, juga bukan persoalan. Tetapi, tidaklah pantas candaan “mengawini Ahok” sampai terucapkan di depan khalayak.
Pak Djan “beruntung” tidak sampai ada komentar iseng yang berbunyi seperti ini: “Kalau Pak Djan mau mengawinin Pak Ahok, bisa saja walaupun beliau bukan perempuan. Pak Djan bisa bawa Pak Ahok ke salah satu negara Eropa yang mensahkan perkawina sejenis.”
Sekali lagi, Anda, Pak Djan Faridz, bukan orang jalanan. Anda menempati posisi sebagai pemimpin umat; ketua umum PPP, walaupun masih dalam proses tarik-menarik dengan kubu lawan Anda. Meskipun Anda tidak mahir mengucapkan semboyan “nahi munkar” (yang waktu itu Anda ucapkan menjadi “nahi mankur”), jangan pula Anda tambahkan lagi dengan bahasa canda yang masuk kategori “muljam” (mulut jamban).
Orang yang cacat waras pun belum tentu akan mengeluarkan ucapan seperti itu. Heran juga kenapa orang yang berkrepibadian ugal-ugalan seperti beliau ini bisa masuk ke PPP dan berhasil pula menghimpun dukungan?! Apakah itu pertanda bahwa Pak Djan terekrut “tanpa sengaja” ke dalam lembaga politik terhormat sekelas PPP? Atau, apakah ini menunjukkan sistem penyaringan di partai berlambang Ka’bah itu tidak berfungsi lagi?
Yang juga mengherankan, ucapan Pak Djan akan “mengawinin Ahok kalau dia perempuan”, lewat begitu saja tanpa ada reaksi atau kritik dari siapa-siapa, termasuk kalangan PPP (baik kawan maupun lawan Djan Faridz). Apakah memang semua orang sekarang ini sudah menurunkan standar kesantunan dalam berbahasa?
Atau, apakah Pak Djan Faridz mewakili slogan orang-orang tua dulu bahwa dunia ini memang sudah sangat tua, sudah mendekati akhir zaman?! [Mediaislam.org/Tsenayan]
(Artikel ini adalah opini pribadi penulis, tidak ada kaitannya dengan BBC).
Sumber : Harian Publik - Pengamat: Politisi Ugal-ugalan >> Ketua PPP, Djan Faridz, Mau Mengawini Ahok